Kamis, 21 Juni 2012

Prof. DR. Buya Hamka Pengikut Thariqat

 

Syekh Ahmad Shohibul wafa Tajul ‘Arifin ( Abah Anom ) memberikan jubah dan tongkat kepada Prof. DR. Buya Hamka saat jadi Ketua MUI

SIAPA sangka mantan pimpinan Muhammadiyah Buya Hamka ternyata mengikuti Thoriqoh Qodiriyah Naqsabandiyah. Ketua MUI pertama ini berbaiat kepada Abah Anom, mursyid tarekat dari pesantren Suryalaya Tasikmalaya.

Hal ini diungkapkan Dr Sri Mulyati, pengajar tasawwuf UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, baru-baru ini. Ini penelitian pribadi saya ketika menyelesaikan disertasi, ada fotonya ketika berbaiat dengan Abah Anom. Cuma ada sebagian orang Muhammadiyah yang tak percaya, katanya.

Mantan Ketua Umum Fatayat NU ini menuturkan, Buya Hamka sendiri pernah berujar di Pesantren Suryalaya Tasikmalaya bahwa dirinya bukanlah Hamka, tetapi Hampa. Saya tahu sejarahnya, saya tahu tokoh-tokohnya, tetapi saya tidak termasuk di dalamnya, karena itu saya mau masuk. Akhirnya beliau masuk, karena mungkin haus spiritual, tandasnya. Buya Hamka berkata: diantara makhluk dan kholik itu ada perjalanan yg harus kita tempuh. inilah yg kita katakan thoriqoh.

Hamka memang dikenal memahami dunia thoriqoh. Salah satu karyanya adalah Tasawuf Modern, yang mengupas dunia tasawuf dan penerapannya pada era modern ini.

Tokoh lain yang dikenal publik sangat rasional tetapi juga mengikuti tarekat adalah Harun Nasution. Menurut Sri Mulyati yang lulus doctor dari McGill University ini, persentuhan Harun dengan dunia tarekat dimulai ketika mengantar proses penyembuhan anaknya ke Suralaya. Ia melihat, hanya dengan sholat tahajjud saja, seseorang bisa sembuh.

Akhirnya, sampai akhir hayatnya, beliau sangat sufi, ikut Abah Anom. Padahal beliau seorang profesor yang sangat rasional, terangnya.

Ibnu Taimiyah, yang oleh sebagian orang dipercaya anti-thoriqoh, ternyata juga menjelang akhir hayatnya secara pribadi mengikuti tarekat.

Dalam buku Syeikh Hisyam Kabbani, dia belajar dan mempraktekkan tarekat, memang tidak mengajarkan. Seperti Imam Ghozali, belajar dan mempraktekkan, meskipun bukan mursyid, setelah dia tidak puas di ilmu kalam, akhirnya belajar tasawwuf dan mengamalkan sehingga menghasilkan rekonsiliasi, ujarnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar