Resensi Buku “Debat Terbuka Sunni Vs Wahhabi Di Masjidil Haram, Jawaban
Terhadap Majalah Qiblati” karya Ust. Muhammad Idrus Ramli, 102 hal.
Penerbit Bina Aswaja, edisi pertama September 2011. Harga : Rp.
12.000,00
Oleh : Amiruddin Fahmi* (amiruddinfahmi.blogspot.com)
Muhammad Idrus Ramli Menjawab Tudingan Syaikh Mamduh dalam Majalah Qiblati
Kesuksesan buku karya Muhammad Idrus Ramli “Buku Pintar Berdebat Dengan Wahhabi” patut diacungi dua jempol. Terbukti dalam waktu 5 bulan saja, buku ini sudah enam kali naik cetak dengan oplah 15.000 eksemplar dan sudah tersebar di berbagai pelosok negeri. Tak hanya itu, buku ini juga mendapat perhatian dari pihak yang diserang yakni Wahhabi karena dengan bahasanya yang mengalir, mudah dicerna dan mengajarkan cara berdialog dan berargumen melalui media kisah, sehingga mampu dijangkau oleh orang awam sekalipun. Buku itu pun berhasil menohok hujjah-hujjah ideologis Wahhabi tepat di ulu hati.
Salah satu konten yang sangat menarik dalam buku itu adalah kisah cerdas yang memuat dialog antara Ayahanda Sayyid Muhammad Al-Maliki, Sayyid Alawi dan Syekh Abdurrahman Bin Sa’di. Kisah menarik itu dimuat pada bagian pertama Buku Pintar. Berikut ini adalah petikan dialog dalam kisah tersebut :
“Ibnus Sa’di berkata, “apakah benar anda telah berkata kepada orang-orang bahwa terdapat keberkahan dalam air ini (air hujan yang turun dari mizab ka’bah; red.)?”
Maka berkatalah Sayyid Alawi, “bahkan saya katakan terdapat dua keberkahan”
Ibnus Sa’diy menjawab, “bagaimana bisa demikian?”
Sayyid Alawi menjawab,
“
ونزلنا من السماء ماء مباركا
dan Kami turunkan dari langit air yang mengandung barokah (QS Qaf; 9)
إِنَّ أَوَّلَ بَيْتٍ وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِي بِبَكَّةَ مُبَارَكًا
Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia (QS Ali Imron; 96)
Sehingga pada air itu terkumpul dua keberkahan, satu keberkahan air langit, dan keberkahan ka’bah ini.” (Selengkapnya baca “Buku Pintar Berdebat Dengan Wahhabi”)
Kisah yang diangkat Ust. Idrus Ramli itu menjadi sangat populer karena menyangkut dua tokoh besar yang beradu argumen cerdas hingga mendapat tanggapan langsung dari tokoh Wahhabi pusat, Saudi Arabia, lalu dimuat dalam Majalah Islam Internasional Qiblati yang merupakan media milik kaum Wahhabi. Tokoh itu adalah Syekh Mamduh Farhan Al-Buhairi. Turun tangan langsung beliau agaknya dikarenakan ketidak mampuan kader Wahhabi di indonesia untuk menanggapi sendiri atau dianggap perlu mendatangkan tokoh internasional untuk menandingi popularitas dan kapasitas penulis yang dikenal gigih menghadapi tokoh dan karya Wahhabi di berbagai kesempatan, baik dalam forum maupun lewat tulisan.
Syaikh Mamduh membagi jawabannya menyangkut kisah –ia menyebutnya syubhat- antara Sayyid Alawi dan Syekh Abdurrahman Bin Sa’di menjadi 10 bagian, memuat kritik dari beberapa sisi seperti sanad atau mata rantai riwayat kisah, rincian riwayat, perselisihan redaksional, dan pandangan sejarah. Beliau dalam artikelnya yang dimuat Majalah Qiblati dengan bahasa Indonesia mengatakan pentingnya menanggapi kisah ini karena “bahaya” dan penyebarannya yang berskala luas.
Substansi jawaban Syaikh Mamduh adalah bahwa kisah menarik itu dinyatakan fiktif. Beliau pun menampilkan berbagai dasar yang menguatkan pernyataannya dengan metode pembahasan ilmiah –menurut beliau- dan menyeluruh. Beliau juga menyatakan bahwa pengarang kisah telah terjerumus pada banyak kesalahan fatal dan meninggalkan banyak jejak bagi kejahatannya.
Jawaban Penulis terhadap Jawaban Syaikh Mamduh
Melihat pernyataan Syaikh Mamduh yang dimuat Majalah Qiblati, penulis pun tergerak untuk menjawab berbagai tuduhan “kejam” yang dialamatkan kepada penulis. Dengan tenang penulis pun menerbitkan jawabannya dalam bentuk buku yang terbit September 2011 lalu dengan menggandeng penerbit Bina Aswaja. Buku yang ditulisnya terbagi pula menjadi beberapa bagian sebagaimana bantahan Syaikh Mamduh. Bagian pertama mengulas kembali tentang kisah menarik tersebut. Kemudian pada bagian kedua penulis menjawab tuduhan dari segi sanad periwayatan. Klaim palsu Syaikh Mamduh dijawab penulis dengan menghadirkan sumber atau jalur periwayatan kisah itu. Tidak seperti klaim sepihak dan terburu-buru Syaikh Mamduh, kisah ini ternyata dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya. Terdapat referensi tertulis berupa buku yang ditulis langsung Syaikh Abdul Fattah Rawwah, murid langsung Sayyid Alawi Al-Maliki, berjudul Al-Masha’idur Rowiyyah Ila Al-Asanid Wal Kutub Al-Mardhiyyah. Penulis juga mematahkan argumen dangkal Syaikh Mamduh yang hanya berdasar asumsi lemah yaitu dengan meminjam nama dan kesaksian putera Syaikh Abdul Fattah Rowwah. Untuk lebih meyakinkan, penulis juga membawa bukti penguat yang lain lengkap dengan jalur periwayatan kisah yaitu dari Syaikh Al-Azhari sampai kepada pelaku dalam cerita yakni Sayyid Alawi Al-Maliki.
Dari segi matan beliau juga melakukan pembelaan atas bantahan Syaikh Mamduh. Syaikh Mamduh mengkritik metode pengambilan hukum Sayyid Alawi seperti tersebut dalam kisah yang menggunakan penggabungan ayat al-qur’an dan qiyas untuk menarik satu kesimpulan. Cara tersebut dianggap salah oleh Syaikh Mamduh. Penulis lalu meluruskan logika Syaikh Mamduh dengan mengutip tafsir al-qur’an dan hadis juga kisah para sahabat termasuk Sy. Ali Bin Abi Thalib yang ternyata menerapkan metode yang sama dengan yang digunakan Sayyid Alawi. Menjadi semakin jelaslah kesalahan-kesalahan yang dilakukan Syaikh Mamduh dalam bantahannya.
Berikutnya, berturut-turut penulis menerangkan tentang hakikat barokah dan tabarruk yang merupakan inti kisah yang memicu polemik ini. Definisi dan kebenaran adanya barokah dan tabarruk berdasar dalil yang akurat baik dari al-qur’an maupun hadis yang jumlahnya puluhan dari berbagai sahabat dan jalur riwayat. Tabarruk, seperti pemaparan penulis, juga dilakukan oleh ahli hadis dari masa Tabi’in seperti Syafi’i dan Ahmad hingga Mutaakhkhirin seperti Al-Dzahabi.
Daftar referensi yang disertakan di penghujung buku lengkap dengan penerbit dan tahun terbitan sesuai standar penulisan referensi ilmiah akan memudahkan pembaca untuk melakukan penelusuran lebih lanjut. Hal ini tentu akan sangat berguna bagi pihak yang barangkali beerkepentingan langsung dengan tema yang diangkat buku ini khususnya tentang barokah dan tabarruk untuk dilakukan pengkajian lebih dalam misalnya. Singkatnya, risalah ini harus dimiliki untuk menambah khazanah pengetahuan umat Islam terutama tentang barokah untuk menepis keraguan yang mungkin datang. Agar mampu menolong sunnah dan melawan bid’ah, sebuah bakti agung untuk agama Islam.
*penulis adalah santri dan mahasiswa di PP. Darullughah Wadda’wah Bangil, redaktur di majalah el-Bashiroh, media Pesantren Darullughah Wadda’wah
*Buku dapat dipesan melalui sdr. Ahmad 087754398654 (harga belum termasuk ongkos kirim. melayani partai dan eceran. insyaallah barokah)
Oleh : Amiruddin Fahmi* (amiruddinfahmi.blogspot.com)
Muhammad Idrus Ramli Menjawab Tudingan Syaikh Mamduh dalam Majalah Qiblati
Kesuksesan buku karya Muhammad Idrus Ramli “Buku Pintar Berdebat Dengan Wahhabi” patut diacungi dua jempol. Terbukti dalam waktu 5 bulan saja, buku ini sudah enam kali naik cetak dengan oplah 15.000 eksemplar dan sudah tersebar di berbagai pelosok negeri. Tak hanya itu, buku ini juga mendapat perhatian dari pihak yang diserang yakni Wahhabi karena dengan bahasanya yang mengalir, mudah dicerna dan mengajarkan cara berdialog dan berargumen melalui media kisah, sehingga mampu dijangkau oleh orang awam sekalipun. Buku itu pun berhasil menohok hujjah-hujjah ideologis Wahhabi tepat di ulu hati.
Salah satu konten yang sangat menarik dalam buku itu adalah kisah cerdas yang memuat dialog antara Ayahanda Sayyid Muhammad Al-Maliki, Sayyid Alawi dan Syekh Abdurrahman Bin Sa’di. Kisah menarik itu dimuat pada bagian pertama Buku Pintar. Berikut ini adalah petikan dialog dalam kisah tersebut :
“Ibnus Sa’di berkata, “apakah benar anda telah berkata kepada orang-orang bahwa terdapat keberkahan dalam air ini (air hujan yang turun dari mizab ka’bah; red.)?”
Maka berkatalah Sayyid Alawi, “bahkan saya katakan terdapat dua keberkahan”
Ibnus Sa’diy menjawab, “bagaimana bisa demikian?”
Sayyid Alawi menjawab,
“
ونزلنا من السماء ماء مباركا
dan Kami turunkan dari langit air yang mengandung barokah (QS Qaf; 9)
إِنَّ أَوَّلَ بَيْتٍ وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِي بِبَكَّةَ مُبَارَكًا
Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia (QS Ali Imron; 96)
Sehingga pada air itu terkumpul dua keberkahan, satu keberkahan air langit, dan keberkahan ka’bah ini.” (Selengkapnya baca “Buku Pintar Berdebat Dengan Wahhabi”)
Kisah yang diangkat Ust. Idrus Ramli itu menjadi sangat populer karena menyangkut dua tokoh besar yang beradu argumen cerdas hingga mendapat tanggapan langsung dari tokoh Wahhabi pusat, Saudi Arabia, lalu dimuat dalam Majalah Islam Internasional Qiblati yang merupakan media milik kaum Wahhabi. Tokoh itu adalah Syekh Mamduh Farhan Al-Buhairi. Turun tangan langsung beliau agaknya dikarenakan ketidak mampuan kader Wahhabi di indonesia untuk menanggapi sendiri atau dianggap perlu mendatangkan tokoh internasional untuk menandingi popularitas dan kapasitas penulis yang dikenal gigih menghadapi tokoh dan karya Wahhabi di berbagai kesempatan, baik dalam forum maupun lewat tulisan.
Syaikh Mamduh membagi jawabannya menyangkut kisah –ia menyebutnya syubhat- antara Sayyid Alawi dan Syekh Abdurrahman Bin Sa’di menjadi 10 bagian, memuat kritik dari beberapa sisi seperti sanad atau mata rantai riwayat kisah, rincian riwayat, perselisihan redaksional, dan pandangan sejarah. Beliau dalam artikelnya yang dimuat Majalah Qiblati dengan bahasa Indonesia mengatakan pentingnya menanggapi kisah ini karena “bahaya” dan penyebarannya yang berskala luas.
Substansi jawaban Syaikh Mamduh adalah bahwa kisah menarik itu dinyatakan fiktif. Beliau pun menampilkan berbagai dasar yang menguatkan pernyataannya dengan metode pembahasan ilmiah –menurut beliau- dan menyeluruh. Beliau juga menyatakan bahwa pengarang kisah telah terjerumus pada banyak kesalahan fatal dan meninggalkan banyak jejak bagi kejahatannya.
Jawaban Penulis terhadap Jawaban Syaikh Mamduh
Melihat pernyataan Syaikh Mamduh yang dimuat Majalah Qiblati, penulis pun tergerak untuk menjawab berbagai tuduhan “kejam” yang dialamatkan kepada penulis. Dengan tenang penulis pun menerbitkan jawabannya dalam bentuk buku yang terbit September 2011 lalu dengan menggandeng penerbit Bina Aswaja. Buku yang ditulisnya terbagi pula menjadi beberapa bagian sebagaimana bantahan Syaikh Mamduh. Bagian pertama mengulas kembali tentang kisah menarik tersebut. Kemudian pada bagian kedua penulis menjawab tuduhan dari segi sanad periwayatan. Klaim palsu Syaikh Mamduh dijawab penulis dengan menghadirkan sumber atau jalur periwayatan kisah itu. Tidak seperti klaim sepihak dan terburu-buru Syaikh Mamduh, kisah ini ternyata dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya. Terdapat referensi tertulis berupa buku yang ditulis langsung Syaikh Abdul Fattah Rawwah, murid langsung Sayyid Alawi Al-Maliki, berjudul Al-Masha’idur Rowiyyah Ila Al-Asanid Wal Kutub Al-Mardhiyyah. Penulis juga mematahkan argumen dangkal Syaikh Mamduh yang hanya berdasar asumsi lemah yaitu dengan meminjam nama dan kesaksian putera Syaikh Abdul Fattah Rowwah. Untuk lebih meyakinkan, penulis juga membawa bukti penguat yang lain lengkap dengan jalur periwayatan kisah yaitu dari Syaikh Al-Azhari sampai kepada pelaku dalam cerita yakni Sayyid Alawi Al-Maliki.
Dari segi matan beliau juga melakukan pembelaan atas bantahan Syaikh Mamduh. Syaikh Mamduh mengkritik metode pengambilan hukum Sayyid Alawi seperti tersebut dalam kisah yang menggunakan penggabungan ayat al-qur’an dan qiyas untuk menarik satu kesimpulan. Cara tersebut dianggap salah oleh Syaikh Mamduh. Penulis lalu meluruskan logika Syaikh Mamduh dengan mengutip tafsir al-qur’an dan hadis juga kisah para sahabat termasuk Sy. Ali Bin Abi Thalib yang ternyata menerapkan metode yang sama dengan yang digunakan Sayyid Alawi. Menjadi semakin jelaslah kesalahan-kesalahan yang dilakukan Syaikh Mamduh dalam bantahannya.
Berikutnya, berturut-turut penulis menerangkan tentang hakikat barokah dan tabarruk yang merupakan inti kisah yang memicu polemik ini. Definisi dan kebenaran adanya barokah dan tabarruk berdasar dalil yang akurat baik dari al-qur’an maupun hadis yang jumlahnya puluhan dari berbagai sahabat dan jalur riwayat. Tabarruk, seperti pemaparan penulis, juga dilakukan oleh ahli hadis dari masa Tabi’in seperti Syafi’i dan Ahmad hingga Mutaakhkhirin seperti Al-Dzahabi.
Daftar referensi yang disertakan di penghujung buku lengkap dengan penerbit dan tahun terbitan sesuai standar penulisan referensi ilmiah akan memudahkan pembaca untuk melakukan penelusuran lebih lanjut. Hal ini tentu akan sangat berguna bagi pihak yang barangkali beerkepentingan langsung dengan tema yang diangkat buku ini khususnya tentang barokah dan tabarruk untuk dilakukan pengkajian lebih dalam misalnya. Singkatnya, risalah ini harus dimiliki untuk menambah khazanah pengetahuan umat Islam terutama tentang barokah untuk menepis keraguan yang mungkin datang. Agar mampu menolong sunnah dan melawan bid’ah, sebuah bakti agung untuk agama Islam.
*penulis adalah santri dan mahasiswa di PP. Darullughah Wadda’wah Bangil, redaktur di majalah el-Bashiroh, media Pesantren Darullughah Wadda’wah
*Buku dapat dipesan melalui sdr. Ahmad 087754398654 (harga belum termasuk ongkos kirim. melayani partai dan eceran. insyaallah barokah)
bismillah, gimana kalau ustad Muhammad Idrus Ramli dialog terbuka dengan Syaikh Mamduh? biar langsung di lihat kedalaman ilmunya!, setahu ana syaikh Mamduh orangnya terbuka bagi siapa saa yg ingin dialog
BalasHapussetuju, akhina wa ustadzunaa Idrus jg sangat amat terbuka ... beliau telah memenuhi banyak undangan dialog/diskusi dengan golongan macam syekh mamduh ini ... asal ada mediator-nya, saya rasa dengan senang hati ust. Idrus memenuhi -nya ...
BalasHapusmonggooo ,,,
Waduh.. janganlah klo di adu langsung. Kan nda bisa buka google si Ramli. Keliatan banget ntar begitu jaauuuuuhhhhhhh..... perbedaan ilmunya.
BalasHapusAswaja, ASli WArisan JAwa bukan ?
BalasHapusMenambah-nambahi budaya hindu kedalam agama yg sudah benar ini. Ini Agama Islam, bukan budaya Islam, jangan di campur adukkan.
Komentar tak berbobot wahabi bak kebakaran jenggot ketika sudah buntu, tidak mampu lagi untuk membantah secara ilmiah...
BalasHapusWahabi wahabi... hehehe
Pusat agama islam adalah mekkah dan madinah kedua kota itu telah dijaga dan dijamin keamanannya oleh ALLAH walau seluruh dunia dalam keadaan perang sekalipun. otomatus ALLAH juga menjaga kemurnian ajaran islam yg ada di dalamnya, jadi anda belajarlah sejarah yg benar tentang wahabi jangan asal menjelek jelekan dan jangan OPO JARE KYIAI NE.wasalam
HapusPusat agama islam adalah mekkah dan madinah kedua kota itu telah dijaga dan dijamin keamanannya oleh ALLAH walau seluruh dunia dalam keadaan perang sekalipun. otomatus ALLAH juga menjaga kemurnian ajaran islam yg ada di dalamnya, jadi anda belajarlah sejarah yg benar tentang wahabi jangan asal menjelek jelekan dan jangan OPO JARE KYIAI NE.wasalam
Hapus