Ikutilah orang orang yang membawa hadits
Secara umum ulama terbagi kedalam dua golongan yakni
1. Orang-orang yang membaca hadits.
2. Orang-orang yang membawa hadits
2. Orang-orang yang membawa hadits
1. Orang-orang yang membaca hadits adalah para ulama yang mengaku-aku
mengikuti Salafush Sholeh namun tidak bertemu atau tidak bertalaqqi
(mengaji) dengan Salafush Sholeh. Mereka mengikuti pemahaman Salafush
Sholeh bersandarkan dengan muthola’ah, menelaah kitab berdasarkan akal
pikira mereka sendiri. Dikenal pula sebagai ulama dibalik ruang
perpustakaan.
2. Orang-orang yang membawa hadits adalah para ulama yang sholeh yang
mengikuti Imam Mazhab yang empat yang bertemu atau bertalaqqi (mengaji)
dengan Salafush Sholeh. Para ulama yang memiliki ilmu riwayah dan
dirayah dari Imam Mazhab yang empat atau yang memiliki ketersambungan
sanad ilmu atau sanad guru dengan Imam Mazhab yang empat. Dikenal pula
sebagai ulama yang bertalaqqi (mengaji) dengan ulama-ulama yang sholeh
yang sebelumnya yang mengikuti Imam Mazhab yang empat.
Kaum Zionis Yahudi untuk melancarkan ghazwul fikri (perang pemahaman)
mereka mengusung atau mengangkat “orang-orang membaca hadits” untuk
meruntuhkan Ukhuwah Islamiyah dengan timbulnya perselisihan yang
dikarenakan perbedan pemahaman. Kaum Zionis Yahudi memberikan julukan
mereka sebagai pembaharu Islam yang pada hakikatnya adalah pemahaman
yang baru yang tidak sesuai dengan apa yang disampaikan oleh lisannya
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
Kaum Zionis Yahudi menyebarluaskan pemahaman bahwa “pintu ijtihad
selalu terbuka luas” sebagaimana pula mereka menyebarluaskan paham
liberalisme yakni mereka yang bebas berijtihad terhadap Al Qur’an dan
Hadits sesuai kebebasan yang mereka inginkan.
Begitupula dengan Syiah Zaidiyah menganggap perlunya kontinuitas
ijtihad. Dalam artian, pintu ijtihad harus dibuka selebar-lebarnya.
Mereka beralasan dengan pendapat Imam Syaukani: “Seseorang yang hanya
mengandalkan taqlid (mengikut pandangan tertentu) seumur hidupnya tidak
akan pernah bertanya kepada sumber asli yaitu “Qur’an dan Hadits”, dan
ia hanya bertanya kepada pemimpin mazhabnya. Dan orang yang senantiasa
bertanya kepada sumber asli Islam tidak dikatagorikan sebagai Muqallid
(pengikut)”. Berdasarkan atas pentingnya ijitihad, maka bagi Syi’ah
Zaidiyah bertaqlid hukumnya haram bagi siapa saja yang mampu mencapai
tingkatan mujtahid, sebab ia diwajibkan untuk melakukan ijtihad demi
mencari nilai kebenaran.
Mazhab Zaidiyyah, pada awalnya dicetuskan oleh Imam Zaid bin Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib.
Namun mereka yang mengaku-aku sebagai Syiah Zaidiyah pada masa kini pada hakikatnya tidak lagi murni mengikuti mazhab Zaidiyyah.
Salah satu ulama Zaidiyyah, Imam Ahmad as-Syarafiy (w. 1055 H)
menegaskan bahwa: “Syi’ah Zaidiyah terpecah kepada tiga golongan, yaitu:
Batriyah, Jaririyah, dan Garudiyah. Dan konon ada yang membagi sekte
Zaidiyah kepada: Shalihiyah, Sulaimaniyah dan Jarudiyah. Dan pandangan
Shalihiyah pada dasarnya sama dengan pandangan Batriyyah. Dan sekte
Sulaymaniyah sebenarnya adalah Jarririyah. Jadi ketiga sekte tersebut
merupakan golongan-golongan Syi’ah Zaidiyyah pada era awal. Ketiga sekte
inipun tidak berafiliasi kepada keturunan Ahlu Bait sama sekali. Mereka
hanyalah sekedar penyokong berat imam Zaid ketika terjadi revolusi
melawan Bani Umayah, dan mereka ikut berperang bersama imam Zaid”.
Menurut pendapat Dr. Samira Mukhtar al-Laitsi dalam bukunya (Jihad
as-Syi’ah), ketiga sekte tersebut merupakan golongan Syi’ah Zaidiyyah di
masa pemerintahan Abbasiah. Dan mayoritas dari mereka ikut serta dalam
revolusi imam Zaid. Dan ketiga sekte tersebut dianggap paling progresif
dan popular serta berkembang pesat pada masa itu. Dan setelah abad
kedua, gerakan Syi’ah Zaidiyah yang nampak di permukaan hanyalah sekte
Garudiyah. Hal ini disebabkan karena tidak ditemukannya
pandangan-pandangan yang dinisbahkan kepada sekte Syi’ah Zaidiyah
lainnya.
Pada hakikatnya mereka tidak lagi mengikuti pendiri mazhab Zaidiyyah, mereka mengikuti hasil ijtihad imam-imam mereka sendiri.
Begitupula mazhab dari keturunan cucu Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam Imam Ja’far as-Shadiq ra. Ia adalah mujtahid serta diakui ahli
sunnah. Dunia Islam bukan tidak mengakui kemampuan dan kehebatan Imam
Ja’far as-Shadiq ra sebagai mujtahidin, karena selain sebagai pemikir
Islam yang memiliki martabat yang tinggi dalam tingkat keilmuan, beliau
tergolong ulama yang saleh. Hanya saja, murid-muridnya mengabaikan usaha
gurunya, sehingga tak mampu menjaga hasil karya mereka, sehingga
kemutawatiran sanadnya tidak lagi terjaga.
Begitupula banyak ulama yang dikenal sebagai pengikut Imam Ahmad bin
Hambal atau bermazhab Hambali namun mereka tidak menjaga kemutawatiran
sanadnya dan lebih bersandarkan dengan muthola’ah , menelaah kitab
sebagaimana yang telah diuraikan dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/07/28/semula-bermazhab-hambali/
Sebagaimana yang disampaikan oleh Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam maka kemungkinan besar mazhab yang akan bertahan kemutawatiran
sanad, kemurniaan agama dan aqidah adalah mazhab yang diikuti oleh
penduduk Yaman yakni mazhab Syafi’iyyah oleh karena pula dikenal adanya
rukun Yaman. Wallahu a’lam
حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ حَدَّثَنَا أَبُو
الزِّنَادِ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَتَاكُمْ أَهْلُ
الْيَمَنِ أَضْعَفُ قُلُوبًا وَأَرَقُّ أَفْئِدَةً الْفِقْهُ يَمَانٍ
وَالْحِكْمَةُ يَمَانِيَةٌ
Telah menceritakan kepada kami Abul Yaman Telah mengabarkan kepada
kami Syu’aib Telah menceritakan kepada kami Abu Zinad dari Al A’raj dari
Abu Hurairah radliallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
beliau bersabda: “Telah datang penduduk Yaman, mereka adalah orang-orang
yang berperasaan dan hatinya paling lembut, kefaqihan dari Yaman,
hikmah ada pada orang Yaman.” (HR Bukhari 4039)
و حَدَّثَنِي عَمْرٌو النَّاقِدُ وَحَسَنٌ الْحُلْوَانِيُّ قَالَا
حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ وَهُوَ ابْنُ إِبْرَاهِيمَ بْنِ سَعْدٍ حَدَّثَنَا
أَبِي عَنْ صَالِحٍ عَنْ الْأَعْرَجِ قَالَ قَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتَاكُمْ أَهْلُ
الْيَمَنِ هُمْ أَضْعَفُ قُلُوبًا وَأَرَقُّ أَفْئِدَةً الْفِقْهُ يَمَانٍ
وَالْحِكْمَةُ يَمَانِيَةٌ
Dan telah menceritakan kepada kami Amru an-Naqid dan Hasan al-Hulwani
keduanya berkata, telah menceritakan kepada kami Ya’qub -yaitu Ibnu
Ibrahim bin Sa’d- telah menceritakan kepada kami bapakku dari Shalih
dari al-A’raj dia berkata, Abu Hurairah berkata; “Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda: “Telah datang penduduk Yaman, mereka adalah
kaum yang paling lembut hatinya. Fiqh ada pada orang Yaman. Hikmah juga
ada pada orang Yaman. (HR Muslim 74)
Sejak abad 7 H di Hadramaut (Yaman), dengan keluasan ilmu, akhlak
yang lembut, dan keberanian, Imam Ahmad Al Muhajir bin Isa bin Muhammad
bin Ali Al Uraidhi bin Ja’far Ash Shodiq bin Muhammad Al Baqir bin Ali
Zainal Abidin bin Sayyidina Husain ra beliau berhasil mengajak para
pengikut Khawarij untuk menganut madzhab Syafi’i dalam fiqih , Ahlus
Sunnah wal jama’ah dalam akidah (i’tiqod) mengikuti Imam Asy’ari
(bermazhab Imam Syafi’i) dan Imam Maturidi (bermazhab Imam Hanafi) serta
tentang akhlak atau tentang ihsan mengikuti ulama-ulama tasawuf yang
mutakbaroh dan bermazhab dengan Imam Mazhab yang empat.
Di Hadramaut kini, akidah dan madzhab Imam Al Muhajir yang adalah
Sunni Syafi’i, terus berkembang sampai sekarang, dan Hadramaut menjadi
kiblat kaum sunni yang “ideal” karena kemutawatiran sanad serta
kemurnian agama dan aqidahnya.
Dari Hadramaut (Yaman), anak cucu Imam Al Muhajir menjadi pelopor
dakwah Islam sampai ke “ufuk Timur”, seperti di daratan India, kepulauan
Melayu dan Indonesia. Mereka rela berdakwah dengan memainkan wayang
mengenalkan kalimat syahadah , mereka berjuang dan berdakwah dengan
kelembutan tanpa senjata , tanpa kekerasan, tanpa pasukan , tetapi
mereka datang dengan kedamaian dan kebaikan. Juga ada yang ke daerah
Afrika seperti Ethopia, sampai kepulauan Madagaskar. Dalam berdakwah,
mereka tidak pernah bergeser dari asas keyakinannya yang berdasar Al
Qur’an, As Sunnah, Ijma dan Qiyas
Dalam perkara agama tidak ada hal yang baru. Justru harus berlaku
jumud atau istiqomah sebagaimana apa yang disampaikan oleh lisannya
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
Oleh karenanya untuk menjaga kemurnian ilmu agama lebih baik dengan
cara bertalaqqi (mengaji) dengan ulama-ulama yang sholeh sebelumnya yang
mengikuti Imam Mazhab yang empat.
Salah satu ciri dalam metode pengajaran talaqqi adalah sanad. Pada
asalnya, istilah sanad atau isnad hanya digunakan dalam bidang ilmu
hadits (Mustolah Hadits) yang merujuk kepada hubungan antara perawi
dengan perawi sebelumnya pada setiap tingkatan yang berakhir kepada
Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- pada matan haditsnya.
Namun, jika kita merujuk kepada lafadz Sanad itu sendiri dari segi
bahasa, maka penggunaannya sangat luas. Dalam Lisan Al-Arab misalnya
disebutkan: “Isnad dari sudut bahasa terambil dari fi’il “asnada” (yaitu
menyandarkan) seperti dalam perkataan mereka: Saya sandarkan perkataan
ini kepada si fulan. Artinya, menyandarkan sandaran, yang mana ia
diangkatkan kepada yang berkata. Maka menyandarkan perkataan berarti
mengangkatkan perkataan (mengembalikan perkataan kepada orang yang
berkata dengan perkataan tersebut)“.
Jadi, metode isnad tidak terbatas pada bidang ilmu hadits. Karena
tradisi pewarisan atau transfer keilmuwan Islam dengan metode sanad
telah berkembang ke berbagai bidang keilmuwan. Dan yang paling kentara
adalah sanad talaqqi dalam aqidah dan mazhab fikih yang sampai saat ini
dilestarikan oleh ulama dan universitas Al-Azhar Asy-Syarif. Hal inilah
yang mengapa Al-Azhar menjadi sumber ilmu keislaman selama berabad-abad.
Karena manhaj yang di gunakan adalah manhaj shahih talaqqi yang
memiliki sanad yang jelas dan sangat sistematis. Sehingga sarjana yang
menetas dari Al-azhar adalah tidak hanya ahli akademis semata tapi juga
alim.
Sanad ini sangat penting, dan merupakan salah satu kebanggaan Islam
dan umat. Karena sanad inilah Al-Qur’an dan sunah Nabawiyah terjaga dari
distorsi kaum kafir dan munafik. Karena sanad inilah warisan Nabi tak
dapat diputar balikkan.
Ibnul Mubarak berkata :”Sanad merupakan bagian dari agama, kalaulah
bukan karena sanad, maka pasti akan bisa berkata siapa saja yang mau
dengan apa saja yang diinginkannya (dengan akal pikirannya sendiri).”
(Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Muqoddimah kitab Shahihnya 1/47
no:32 )
Imam Syafi’i ~rahimahullah mengatakan “tiada ilmu tanpa sanad”.
Imam Malik ra berkata: “Janganlah engkau membawa ilmu (yang kau
pelajari) dari orang yang tidak engkau ketahui catatan (riwayat)
pendidikannya (sanad ilmu)”
Al-Hafidh Imam Attsauri ~rahimullah mengatakan “Penuntut ilmu tanpa
sanad adalah bagaikan orang yang ingin naik ke atap rumah tanpa tangga”
Bahkan Al-Imam Abu Yazid Al-Bustamiy , quddisa sirruh (Makna tafsir
QS.Al-Kahfi 60) ; “Barangsiapa tidak memiliki susunan guru dalam
bimbingan agamanya, tidak ragu lagi niscaya gurunya syetan” Tafsir
Ruhul-Bayan Juz 5 hal. 203
Tanda atau ciri seorang ulama tidak terputus sanad ilmu atau sanad
gurunya adalah pemahaman atau pendapat ulama tersebut tidak menyelisihi
pendapat gurunya dan guru-gurunya terdahulu serta berakhlak baik
Asy-Syeikh as-Sayyid Yusuf Bakhour al-Hasani menyampaikan bahwa “maksud
dari pengijazahan sanad itu adalah agar kamu menghafazh bukan sekadar
untuk meriwayatkan tetapi juga untuk meneladani orang yang kamu
mengambil sanad daripadanya, dan orang yang kamu ambil sanadnya itu juga
meneladani orang yang di atas di mana dia mengambil sanad daripadanya
dan begitulah seterusnya hingga berujung kepada kamu meneladani
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dengan demikian, keterjagaan
al-Qur’an itu benar-benar sempurna baik secara lafazh, makna dan
pengamalan“
Selain sanad, ciri dalam manhaj pengajaran talaqqi adalah ijazah.
Ijazah ada yang secara tertulis dan ada yang hanya dengan lisan.
Memberikan ijazah sangat penting. Menimbang agar tak terjadinya penipuan
dan dusta dalam penyandaran seseorang. Apalagi untuk zaman sekarang
yang penuh kedustaan, ijazah secara tertulis menjadi suatu keharusan
Tradisi ijazah ini pernah dipraktekkan oleh Nabi shallallahu alaihi
wasallam ketika memberikan ijazah (baca: secara lisan) kepada beberapa
Sahabat ra. dalam keahlian tertentu. Seperti keahlian sahabat di bidang
Al-Qur’an.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda yang artinya,
“Sesungguhnya orang yang paling aku cintai di antara kalian adalah orang
yang paling baik akhlaknya‘. Dan beliau juga bersabda: “Ambillah bacaan
Al Qur’an dari empat orang. Yaitu dari ‘Abdullah bin Mas’ud, kemudian
Salim, maula Abu Hudzaifah, lalu Ubay bin Ka’ab dan Mu’adz bin Jabal.”
(Hadits riwayat Al-Bukhari dan Muslim).
Wassalam
Zon di Jonggol, Kabupaten Bogor 16830
Tidak ada komentar:
Posting Komentar