Jakarta, NU Online
Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi menegaskan bahwa untuk menjalankan
Islam secara kaffah, tak perlu membongkar Pancasila. Islam harus
dimaknai secara komprehensif, bukan hanya aspek fikih atau syariat saja.
“NU tidak memaksakan syariat Islam karena
Indonesia bukan negara agama tapi disisi lain juga bukan negara sekuler.
Pelaksanaan syariat Islam dilaksanakan melalui masyarakat sipil, nilai
dan makna syariat Islam mengisi ruh konstitusi, bukan secara legal
formal,” tuturnya dalam pembukaan temu wicara Pendidikan Kesadaran
Berkonstitusi yang diselenggarakan oleh Mahkamah Konstitusi dan PBNU di
Jakarta, 23-25 Februari.
Dikatakan oleh Kiai Hasyim pada masa Rasulullah,
tidak ada persoalan dengan Islam karena semuanya ditentukan oleh Nabi
Muhammad. Namun dalam perkembangan selanjutnya, terdapat
spesialisasi-spesialisasi yang menyebabkan masing-masing orang merasa
paling benar. Akhirnya, berbagai ilmu tersebut disatukan kembali oleh Al
Ghozali yang merangkum berbagai aspek dalam agama Islam.
“Makanya, mengapa NU tidak mendirikan pesantren
kilat, karena hasilnya tak komprehensif,” tandasnya dihadapan sekitar
200 peserta yang merupakan pengurus PBNU, lembaga, lajnah, badan otonom
dan pengurus wilayah dari 33 propinsi.
Dikatakannya bahwa NU selama ini berjuang pada
tataran substansi, bukan simbol serta mempertimbangkan tata nilai yang
ada. “NU itu berjuang dalam basis amal, bukan kesan, bukan sekedar image
building. Tak benar kalau NU tak membantu Palestina. Kita langsung
datang ke sana dan ketemu dengan para pemimpinnya yang akhirnya
menghasilkan kesepakatan Makkah, tak sekedar demo di monas,” tuturnya.
Ditambahkannya dalam berislam juga diperlukan
ilmu-ilmu pendukung seperti ilmu ekonomi dan teknik. “Kalau menghafalkan
dalil tentang zakat itu mudah, tetapi bagaimana membuat orang mampu
berzakat, lha ini tidak mudah, perlu ilmu tersendiri,” tandasnya. (mkf)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar