Kata musytarak berasal dari kata Isytaraka yang berarti bersekutu. Sedangkan secara istilah :
Yang Artinya: “satu lafaz yang menunjukkan dua makna atau lebih:.
Yang Artinya: “satu lafaz yang menunjukkan dua makna atau lebih:.
Jadi lafaz msuytarak adalah lafaz yang diletakkan untuk dua makna atau lebih dengan peletakan yang bermacam-macam, dimana lafaz itu menunjukkan makna yang ditetapkan secara ‘ain ditetapkan menurut bahasa untuk pandangan, untuk mata air yang bersumber, dan untuk mata-mata, misalnya bagi lafaz al-quru ditetapkan dalam bahasa, untuk pengertian suci dan haid, masing-masing arti memiliki penggunaan pada tempat yang berbeda.
B. Hukum Lafaz Musytarak
Ulama ushul fiqh menetapkan bahwa persekutuan maka merupakan penyimpangan dari asalnya, hal ini berarti apabila suatu lafaz memiliki kemungkinan persekutuan makna dan kesendirian makna, maka yang lebih kuat adalah kesendirian makna, dengan demikian apabila ada nash al-Quran atau sunnah yang mengandung kemungkinan persekutuan makna dan tiada persekutuan makna, maka lebih kuat adalah tidak adanya persekutuan makna.
Kaidahnya :
Yang Artinya: penggunaan mesytarak pada yang dikehendaki ataupun maknanya itu diperbolehkan”.
Kemudian apabila terbukti ada persekutuan makna, maka seorang mujtahid harus mentarjih salah atau keadaan, sehingga dapat di kerahui makna yang dimaksud.
Jika lafaz musytarak yang ada dalam nash syara’ itu musytarak antara makna kebahasaan dan makna terminologis sayr’I maka wajib dimasukkan sebagai maknanya yang bersifat terminologis syar’i. kata shalat misalnya ditetapkan menurut bahasa untuk pengertian doa dan ia ditetapkan menurut syar’I untuk ibadah tertentu, dalam firman Allah swt:
“Dirikanlah sholat”
Yang dimaksud dengan lafaz itu adalah maknanya bersifat syar’I yaitu ibadah tertentu bukan makna kebahasaannya, yaitu doa.
Demikianlah setiap lafaz musytarak antara makna lughawi dan makna syar’I apabila ada dalam nash syar’I maka, maksud syar’I, dalam lafaz itu adalah makna yang ditetapkannya untuknya, sebab ketika lafaz itu dipindahkan dari pengertian dari kebahasaannya kepada pengertian khsus yang dipergunakannya, maka lafaz itu dlaam bahasa syar’I tertentu dalalahnya atau pengertian yang ditetapkan syar’I kepadanya.
Apabila lafaz musytarak yang ada dalam nash syar’I adalah musytarak antara sejumlah makna kebahasaan maka wajib dilakukan ijtihad untuk menentukan makna yang dikehendaki dari padanya, karena syar’I tidaklah menghendaki pada suatu lafa kecuali salah satu maknanya saja, dan orang mujtahid berkewajiban untuk mengambil petunjuk dengan berbagai qarinah dan tanda-tanda, serta dalil-dalil untuk menentukan maksudnya itu.
Misalnya: kata yad (tangan)
Yang Artinya : "laki-laki dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya”
Yang Artinya : "laki-laki dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya”
Kata tersebut adalah musytarak antara dzira (dari ujung jari hingga bahu), telapak tangan (dari ujung jari sampai pergelangan tangan) dan dantara tangan kiri dan kanan, jumhur ulama sepakat bahwa tangan yang dimaksud yaitu makna yang terkhir, yakni dari ujung jari sampai dengan dua pergelangan pada tangan kanan.
Jadi, lafaz musytarak tidak dapat menunjukkan salah satu artinya yang tertentu (dari arti-arti lafaz musytarak) selama tidak ada hal-hal (qarinah) yang menjelaskannya sebab tidak mungkin kita bias beramal sesuai dengan petunjuk lafaz musytarak selama kita tidak mengetahui maksud sebenarnya.
Sebab-sebab Kemusytarakan
Bermacam-macam suku bangsa Arab terdiri dari dua golongan adnan dan golongan qathan. Kemudian mereka membuat nama untuk suatu pengertian yang berbeda.
Bermacam-macam suku bangsa Arab terdiri dari dua golongan adnan dan golongan qathan. Kemudian mereka membuat nama untuk suatu pengertian yang berbeda.
Antara dua pengertian terdapat arti dasar yang sama. Maksudnya suatu lafaz mempunyai satu makna yang asli, kemudian dari makna yang asli itu muncul beberapa makna yang baru, hingga pada akhirnya makna yang baru itu lebih sering dipergunakan ketimbang makna yang asli.
Mula-mula suatu lafaz digunakan untuk sesuatu arti kemudian berpindah kepada arti yang lain dengan jalan majaz. Karena adanya hubungan (alaqoh). Hubungan ini kemudian di lupakan dan akhirnya hilang, maka disangka kata tersebutdigunakan untuk kedua arti yang sebenarnya (haqiqi) tanpa mengetahui adanya hubungan tersebut. Contoh:
Yang Artinya: “dan wanita-wanita yang diceraikan itu, hendaklah berdiam diri (iddah) 3 kali suci." (Al- Baqorah: 228)
Lafaz quru’ mempunyai dua arti yaitu dating bulan (haid) atau suci Macam-macam Qorinah Lafaz Musytarak Selanjutnya qorinah yang digunakan dlaam mentarjih salah satu makna dari lafaz musytarak dapat ditinjau dari empat segi antara lain sebagai berikut:
Qorinah yang ditinjau dari segi lafaz itu sendiri seperti: pentarjihan makna haid bagi lafaz musytarak sebab materi kata quru’ menunjukkan arti berkumpul dan berpindah, kemudian ma’na yang pertama diunggulkan untuk menunjukkan makna haid karenaquru’ merupakan ungkapan bagi berkumpulnya darah dalam rahin, yaitu darah haid.
Qorinah yang ditinjau dari segi kata atau kalimat sebelumnya dengan kata lain qorinah yang mendahuli lafaz musytarak itu misalnya tsalasah sebelum kata quru’ dalam firman Allah swt tentang iddah wanita yang ditholaq suaminya. Kata tersebut adalah kata yang khusus yang berarti tiga, tidak lebih dan tidak kurang jika yang dimaksudkan dengan kata quru’ itu suci, maka konsekuwensinya ialah apabila seorang wanita diceraikan pada masa suci maka masa suci ini dihitung dalam iddahnya, dan iddah tersebut kurang dari tiga quru’, jika masa suci pertama tidak dimasukkan dalam hitungan iddah maka akan lebih dari tiga quru’.
Selanjutnya jika yang dimaksudkan dengan kata quru’ haid maka tidak akan terjadi kekurangan apabila seorang wanita ditholaq pada masa haid itu, karena masa haid ini tidak dihitung, ini terbukti bahwa iddah budak perempuan adalah dua haidnya padahal sebenarnya iddahnya adalah separuh dari iddah wanita yang merdeka. Mestinya iddahnya adalah satu setengah dari iddahnya.
Qorinah yang berupa dalil wksternal, yaitu dalil lain diluar nash itu misalnya kata quru’ yang dapat berarti haid dan dapat pula berarti suci. Dalam firman Allah swt yaitu:
228. Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru'[142].
[142] Quru' dapat diartikan Suci atau haidh.
Kemudian makna haid diunggulkan kandungan dalil lain yaitu sabda nabi saw:
Yang Artinya :”thalaq budak perempuan dua kali thalaq dan iddahnya dua kali haid (H.R. Tirmidzi dan Abu Daud). Dan sabda Nabi pada Fatimah binti Hubais Yang Artinya :
"tinggalkan sholat pada masa-masa quru’mu”.
Dalam eksternal lainnya yang mendukung makna haid dalam firman Allah swt dalam surat at- tholaq: 4:
Artinya:. Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya), Maka masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid.
Tiga bulan dalam ayat di atas dijadikan dengan tiga quru’ bagi orang-orang yang telah memasuki menopause atau tidak haid sama sekali. Ini berarti penekanan iddah adalah pada haid hal ini terbukti melalui ayat itu tadi.
REFERENSI
H.M Suparta. Djedjen Zainuddin, Fiqih, (Toha Putra: Semarang, 224)
Khallaf, Abdul Wahab, Ilmu Ushul Fiqih, (Dina Utama: Semarang, 1996)
Arsad Tholib, Ilmu Sshul Fiqih, (Sumber Ilmu Jaya: Medan, Tt)
A. Hanafie, Ushul Fiqih, (Widjaya: Jakarta, 1959)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar