Senin, 30 Mei 2011

TAUHID AJARAN DASAR MANUSIA

oleh : Kaisar, '08, Lirboyo Kediri

    Dalam diri manusia, menurut Muhammad Ismail, terdapat thaqah al-hayah (daya kehidupan) yang memotivasi manusia melakukan perbuatan-perbuatan, yang menuntut adanya pemenuhan. potensi ini menuntut dua manifestasi. pertama, menuntut pemenuhan secara pasti. artinya, bila itu tidak dipenuhi, manusia akan mati. ini adalah al-hajah al 'udlwiyah (kebutuhan jasmani). kedua, menuntut pemenuhan. artinya, jika itu tidak dipenuhi, manusia tidak akan mati. namun, ia akan merasa resah sampai kebutuhan itu terpenuhi. ini adalah al-ghariyah (naluri) yang aktivitasnya muncul secara alami memotivasi tuntutan pemenuhan.

    Dari sisi asal motivator pemenuhan, al-gahrizah berbeda dengan kebutuhan jasmani karena kebutuhan jasmani motivatornya bersifat internal, sedang al-gharizah adalah berpikir tentang sesuatu atau obyek yang membangkitkan perasaan untuk memenuhinya. contoh, naluri beragama (gharizah tadayyun). yang membangkitkannya adalah berpikir akan tanda-tanda kekuasaan  Tuhan, hari akhir, keindahan ciptaan Tuhan, atau sesuatu yang berkorelasi dengan itu. Dari sini, kita dapati bahwa pengaruh naluri akan muncul bila ada sesuatu yang membangkitkannya. sebaliknya, jika tidak ada yang membangkitkan, naluri tersebut tidak akan muncul atau dalam keadaan ketika seseorang memalingkan sesuatu yang membangkitkan nalurinya dengan interpretasi yang keliru sehingga hilang pada pemahaman orang tersebut karakteristik asli.

    Rudolf Otto, ahli sejarah agama berkebangsaan Jerman, dalam bukunya "The Idea of The Holy" yang terbit pada 1917 seperti dikutip Karen Amstrong mengatakan, bahwa kebutuhan manusia terhadap agama berawal dari ketakjuban mereka terhadap fenomena keteraturan dan keunikan alam semesta. Dengan pikiran dan perasaan yang dimiliknya, manusia berusaha memahami dan memecahkan fenomena tersebut ayng akhirnya memunculkan rasa tentang yang ghaib, yaitu ada kekuatan besar yang mengatur alam semesta dan kehidupan mereka yang hakikatnya tak mampu dijangkau oleh akal pikiran mereka. Perasaan tentang yang gaib itu, lanjut Otto, adalah titik berangkat manusia ketika menjelaskan asal-usul dunia atau bagaimana menjalankan kehidupan yang baik di dunia.

    Pada intinya, Otto dan Ismail ingin memberi kepahaman kepada kita bahwa manusia secara fitrah memiliki naluri berketuhanan kepada kita bahwa manusia secara fitrah memiliki naluri berkethanan atau naluri beragama. dengan demikian, manusia terhadap agama berasal dari dalam diri manusia itu sendiri atau naluri alamiah (fitrah) manusia karena adanya respon dari luar. Fitrah alamiah manusia senantiasa menuntut untuk bertanya tentang hakikat alam dan manusia. misalnya, adakah kekuatan yang mengatur dan mengendalikan alam semesta ini? adakah kehidupan setelah kematian? dan pertanyaan-pertanyaan filosofis lainnya.

    Alinea diatas membawa kita pada kesimpulan, bahwa tidak mungkin manusia tidak bertuhan sama sekali. Entah berupa benda-benda alam atau lainnya, manusia pasti mempunyai sesuatu yang dia angggap diluar kuasanya, atau bahkan menguasainya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar